Jumat, 29 Juni 2012

Motif Kerawang Gayo dalam Ekpresi Kriya Kayu



Oleh: Saniman Andikafri

A. Judul Karya: Motif Kerawang Gayo dalam Ekpresi Kriya Kayu



B. Latar Belakang Penciptaan


Seni adalah realisasi dari usaha manusia untuk menciptakan yang indah-indah itu. Maka hal diatas dapat subsitusikan dengan seni: artinya, bisa juga dikatakan bahwa seni adalah kebutuhan manusia yang terakhir, sesuatu yag di butuhkan setelah kebutuhan-kebutuhan lain seperti kebutuhan akan makan dan minum, kebutuhan akan perumahan, dan sejenisnya terpenuhi (soedarso sp,2006:2).

Seni adalah media bagi manusia untuk dapat menjangkau dunia atas yang bersifat spiritual dan rohaniah itu. seni atau art aslinya berarti teknik, keterampilan, yang dalam bahasa yunani kuno sering sering disebut sebagai techne (jakob sumarjo,2000:24).

Seni merupakan salah satu bagian dari unsur kebudayaan yang terdapat pada setiap daerah maupun negara.salah satu hasil kebudayaan indonesia tersebut adalah motif krawang gayo. Motif kerawang bagi masyarakat gayo memiliki peran dan pungsi yang besar dalam sejarah perkembangan peradaban gayo. Karena motif ini disamping bisa di nikmati sebagai hasil sebuah karya seni juga mengandung unsur-unsur pengembangan sistem budaya gayo itu sendiri secara kompleks.

Gayo Menurut Hakim (1998:4) merupakan salah satu suku yang terdapat di Indonesia yang letaknya di Provinsi Aceh. Terdiri dari beberapa kabupaten, diantaranya Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues, dan ada juga sebagian di Kota Cane.

Menurut murtihadi dan Mukminatun 1979 (dalam Zainal Abidin, 2002: 14) matif diartikan  sebagai gambaran bentuk yang merupakan sifat atau corak dari suatu perwujudan. Jadi motif merupakan bentuk-bentuk nyata yang dipakai sebagai titik tolak dalam menciptakan ornamen.

Menurut iwan gayo (dalam Zainal Abidin, 2002: 15) dalam ensiklopedia aceh kerawang adalah ragam hias masyarakat gayo yang berupa motif-motif pola atau corak yang di tampilkan pada pakaian atau untuk memperindah bentuk bangunan rumah seperti pola pada tangga, pintu, jendela dan lain-lain, motifnya terdiri dari ulen-ulen (bulan), tei kukur (kotoran burung), embun berangkat (awan berangkat)dan lain-lain.
Jadi motif kerawang Gayo adalah suatu corak hiasan di daerah Gayo yang melekat pada suatu benda. Motif Kerawang Gayo biasanya diletakan di pakaian adat Gayo, Ukiran Rumah Adat Gayo, Ukiran Kendi Gayo dan peratan rumah tangga lainnya.

Motif-motif yang terdapat dalam kerawang Gayo diantaranya meliputi Motif Embun Berangkat (Awan
Berangkat), Motif Pucuk Rebung, Motif Puter Tali  (Tali Berputar), Motif Yang Peger (Motif Pagar), Motif Ulen-Ulen ( Motif Bulan), Motif Tapak Suleman (Telapak Kaki Sulaiman), Motif Bunge Ni Kapas (Bunga Kapas). (Zainal, 2002: 16).

Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengangkat motif Kerawang Gayo dalam ekpresi Kriya Kayu yaitu karya seni dalam bentuk fungsional. Alasannya adalah kerawang gayo sebagai produk budaya yang bentuknya memiliki nilai estetis dan sangat cocok diterapkan dalam benda fungsional seperti cermin, kursi, meja, lemari dan sebagainya. Selain itu motif kerawang gayo juga jarang digunakan dalam benda-benda fungsional.


C. Rumusan Ide Penciptaan

Perwujudan sebuah karya seni bukan hanya berbicara mengenai nilai keindahannya saja. Akan tetapi karya seni juga akan berbicara tentang nilai fungsi dan nilai filosofis, terutama dalam seni kriya. Dengan demikian ide penciptaan karya ini dapat dirumuskan

1. Bagaimana mewujudkan Motif Kerawang Gayo ke dalam ekpresi karya seni dua dan tiga dimensi.
2. Bagaimana wujud visual karya melalui motif Kerawang Gayo dalam ekpresi kriya kayu.
3. Bagaimana mewujudkan nilai budaya Gayo melalui karya seni fungsional.

D. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

a. Untuk lebih memahami nilai-nalai yang terkandung dalam motif kerawang Gayo
b. Merealisasikan gagasan motif kerawang Gayoyang bersumber dari nilai budaya ke dalam karya seni kriya.
c. Memperkenalkan  budaya tradisi melalui karya seni Funsional.

2. Manfaat

a. Meningkatkan kreativitas Seniman dalam berproses menciptakan karya seni di kalangan akademik.
b. Mendorong kriyawan untuk berfikir kreatif, sehingga karya yang dihasilkan mampu memberikan pengetahuan kepada orang lain, baik dalam konteks nilai budaya, nilai estitika, maupun nilai filosifis melalui karya seni kriya.


E. Keaslian Karya (Orisinalitas)

Kreatifitas seniman sebenarnya tidaklah selalu menciptakan sesuatu yang benar-benar belum ada. Kreatifitas seniman merupakan menciptakan sesuatu yang sudah ada, namun memilki bentuk, ide, dan nilai yang berbeda. Untuk menngetahui perbedaan karya yang telah diciptakan dengan karya yang akan diciptakan nantinya, perlu adanya keaslian dari karya (Orisinalitas Karya).

Orisinalitas adalah proses kreatif yang melibatkan perenungan secara mendalam serta menghindari peniruan secara buta (peniruan semata mata demi peniruan). Suatu karya seni dianggap orisinil jika sebuah karya dapat menampilkan kebaruan konsep, persoalan, bentuk atau gaya yang ditampilkan adalah baru dan yang menjadi karya memiliki  kebaruan dapat dilihat dari adanya kecakapan konseptual (Sumartono, 1992:2)

Berdasarkan hal tersebut maka untuk menjaga Keaslian karya seni  yang akan diciptakan, maka dilakukan observasi ke lapangan dan studi pustaka tentang motif Kerawang Gayo.  Hasil dari observasi tersebut dan studi pustaka yang dilakukan, maka akan diketahui karya-karya yang bertemakan Motif Kerawang Gayo yang menggunakan media kayu dalam karya funsional belum ada. Namun motif Kerawang Gayo banyak diterapkan oleh masyarakat Gayo di pakaian adat dan rumah adat dalam bentuk motif aslinya. Sedangkan penerapan motif Kerawang Gayo dalam karya funsional yang diwujudkan nantinya sudah mengalami perubahan motif dari bentuk aslinya, baik secara keseluruhan maupun sebagian.

Untuk lebih meyakinkana orisinalitas karya ini, penulis akan membandingkan motif Kerawang Gayo yang diterapkan oleh masyarakat Gayo dengan karya seni yang akan di ciptakan nantinya.

Orisionallitas: sifat sebuah karya yang serba baru menurut konsep maupun bentuk dan temanya, sehingga ada perbedaan dari karya-karya lain yang telah terkenal. Sejak zaman romantik, orasinalitas dianggap sebagai syarat agar sebuah karya pentas dihitung sebagai karya seni. (mike susanto, 2002:81)


F. Kajian Sumber Penciptaan

Sumber ide dalam mewujudkan karya seni dapat diambil dari beberapa aspek. Misalnya karya seni yang sudah ada atau karya seni yang belum pernah diciptakan, selain itu karya seni dapat juga berangkat dari realitas sosial, budaya, historis dan sebagainya. Mewujudkan kembali karya seni masa lampau bukan berarti mewujudkan karya serupa, akan tetapi mengangkat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Tentunya dalam menemukan ide dan mewujudkan karyanya perlu kajian teori dan pengalaman mendalam mengenai karya tersebut. Adapun pengkajian sumber yang dilakukan adalah.

1. Studi Lapangan

Melakukan observasi terhadap karya tradisional sangat dibutuhkan dalam pencariana ide. observasi mengenai motif  Kerawang Gayo dapat dilaksanakan di Provinsi Aceh khususnya di daerah Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Ada beberapa hal yang penting dikaji dalam Motif Kerawang Gayo, yaitu nilai visual, nilai filosofis dan penerapannya. Nilai visual meliputi bentuk, jenis motif, dan warna motif. Kegiatan ini dapat langsung disaksiakan dan wawancara lansung dengan pengrajin masyarakat Gayo dan tokoh budaya Gayo.
GAMBAR

2. Studi Pustaka
Karya seni akan lebih tinggi nilainya apabnila konsep dan filosofisnya jelas secara penerapan, teorits dan ilmiah. Konsep dan filosofi sebuah karya secara teoritis dapat diproleh dari tinjauan pustaka, mencari referensi berupa buku, majalah, koran, jurnal, media online dan referensi lainnya baik berupa tulisan maupun gambar.

Menurut Wulllur (dalam Alex Sabur, 2003: 424) Melukiskan Ekpresi sebagai “pernyataan batin seseorang dengan cara berkata, bernyanyi, bergerak, dengan catatan bahwa ekpresi itu selalu tumbuh karena dorongan akan menjelmakan peraan atau buah pikiran”.   Sedangkan menurut Dharsono (2004: 6) Seni sebagai ekpresi merupakan hasil ungkapan batin seorang seniman yang terbabar dalam karya seni lewat medium dan alat. Pada saat seseorang sedang mengekpresikan emosinya.

Kerawang Gayo dalam ekpresi kriya kayu, mewujudkan nilai dan bentuk dalam Motif Kerawang Gayo tersebut ke dalam karya seni fungsional dengan media kayu. Dalam konteknya motif Kerawang Gayo merupakan sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukan kualitas. Bagi manusia sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia baik secara religi maupun secara karya seni.

Ada tiga unsur estetika dalam karya seni yang menentukan karya seni itu indah. yaitu: Wujud atau rupa, konteks atau isi, dan penampilan atau penyajian (A.A.M. Djelantik, 1999, 15). Unsur-unsur nilai estetika yang terdapat dalam motif Kerawang Gayo berdasrkan pendapat di atas, diantaranya; dalam bentuk wujud (sesuatu yang dapat dilihat dengan mata) meliputi bentuk dan struktur Motif Kerawang Gayo. Sedangkan secara konteks atau isi (makna dari wujud karya) terdiri atas suasana, gagasan atau ide dan pesan yang disampaikan. Sedangkan unsur penyajian berhubungan dangan suasana dan media.

Bentuk (form) adalah totalitas dari pada karya seni. Bentuk itu merupakan organisasi atau satu kesatuan atau komposisi dari unsur pendukung karya. Ada dua macam bentuk: pertama Visual Form yaitu bentuk fisik dari sebuah karya seni atau satu kesatua dari unsur-unsur pendukung karya seni tersebut. Kedua Spesial Form yaitu bentuk yang tercipta karena danya hubungan timbal balik antara nilai-nilai yang dipancarkan oleh penomena bentuk fisiknya terhadap tanggapan kesadaran emosional. (Dharsono, 2004: 30).

Sedangkan Struktur atau suasana dari suatu karya seni adalah aspek yang menyangkut keseluruhan dari karya itu dan meliputi juga peranan masing-masing bagian dalam keseluruhan itu. Kata struktur mengandung arti bahwa di dalamnya karya seni itu terdapat suatu pengoranisasian, penataan; ada hubungan tertentu antara bagian-bagian yang tersusun itu. Akan tetapi dengan adanya suatu penyusun atau hubungan yang teratur antara bagian-bagian, belumlah terjamin bahwa apa yang terwujud sebagai suatu keseluruhan yaitu merupakan sesuatu yang indah (Djelantik 2001:37).


Isi dalam/konteks dalam karya seni merupakan makna dari apa yang disajikan pada sang pengamat. Isi karyabseni dapat dapat ditangkap secara langsung dari panca indra. (A.A.M. Djelantik, 1999: 51). Dengan kata lain isi merupakan makna yang terkandung di dalam karya seni yang bersumber dari wujud karya seni itu sendiri. Secara penandaan atau semiotika isi disebut juga dengan konteks sebuah karya seni.
Konteks adalah gagasan yang digunakan dalam ilmu bahasa (linguistik, sosiolinguistik, linguistik fungsional sistemik, analisis wacana, pragmatik, semiotika, dll) dalam dua cara yang berbeda, yaitu sebagai. (1) Ling bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; (2) situasi yg ada hubungannya dengan suatu kejadian (Budiman, Kris. 2011).

Dengan demikian motif Kerawang Gayo merupakan sebuah corak atau hiasan yang memiliki wujud berupa bentuk dan stuktur. Melalui bentuk dan struktur kerawang gayo dalam karya seni akan melahirkan isi atau konteks berupa pemaknaan di luar karya itu sendiri. Berikut ini jenis Motif Kerawang Gayo yang memilki wujud dan isi, yaitu:

1.  Embun Berangkat (Awan Berangkat).


Motif  ini berbentuk lingkaran memusat, memanjang dan bersambung secara berulang. Jika diamati bentuk pengulangan tersebut seperti deretan gunung dan perbukitan yang terdiri dari lembah dan ngarai,merupakan penggambaran bukit barisan sesuai dengan alam gayo. Maknanya

2. Pucuk Rebung


motip pucuk rebung ini dalam konsepsi kebudayaan gayo memiliki makna kesuburan, dinamika serta generasi muda yang harus diperhatikan oleh sara opat(reje, petue, imem,dan sandere).

3. Puter Tali(Pilin Berganda)


Motif ini  berbentuk tali berputar atau pilin berganda memiliki makna simbolis persatuan dan kesatuan. Dalam sistem budaya gayo yang berkembang sampai sekarang terdapat kecendrungan bahwa antara sesama gayo terjalin batininyah yang kuat, nilai-nilai ini tertuaang dalam ungkapan adat”bulet bage umut tirus lagu gelas” (segala bentuk rintangan dapat dihadapi bila bersama).

4. Tei Kukur( Kotoran Burung)


Melambangkan kemakmuran dan kesejateraan, kesuburan, burung tekukur adalah jenis burung yang bannyak hidup di alam gayo, burung ini serin berkeliaran di sore hari terutama pada musim hujan pada saat musim panen kopi.

5. Yang Peger (Pagar)


Melambangkan pertahanan, kekuatan. Motif ini berbentuk garis-garis lurus seperti pagar. Ada yang menafsirkan bentuk garis lurus tersebut adalah huruf pertama dalam al-Qur’an yaitu huruf alif yakni sumber pertama ilmu pengetahuan.

6. Bunge Ni Kapas(Bunga Kapas)


Kapas adalah tumbuhan yang sangat penting bagi masyarakat gayo dikarenakan benag kapas bisa di tenun untuk di jadikan kain sebagai jenis pakaian. Motif ini juga memiliki kehormatan, harga diri dan kesejah teraan  dikarenakan kapas bisa memberikan pakaian yang bisa membedakan orang, bago orang gayo pakai bukan hanya sebagai penutupaurat melainkan jug sebagai sunnah yang wajib di jalankan.

7. Ulen-Ulen(Bulan)


Memiliki makna simbolik keteguhan iman, petunjuk, pedoman serta simbol dari islam agama masyarakat gayo. Dan sampai sekarang masyarakat gayo gayo juga masih kokoh dengan pendirianya yaitu ligkaran sebagai simbol islam yakni yang melambangkan bulan

8. Tapak Sulaiman (Jejak Kaki Sulaiman)

Melambangkan kemegahan, kepercayaan pada yang ga’ib, kekuatan dan kasih sayang sesama makhluk.bagi masyarakat gayo merupakan pemeluk agama islam yang taat meraka percaya akan lagenda kerajaan nabi sulaiman  yang megah di jamanya.


G. Landasan Pencipt

Dalam penciptaan karya ini didasari oleh keinginan yang kuat untuk menciptakan karya seni yang memiliki nilai keindahan dan nilai fungsional serta mengandung makna dan pesan tertentu.  Sehingga karya yang lahir nantinya tidak hanya wujud secara fisik, tetapi bagaimana makna atau pesan yang dikandungnya bisa dipahami penikmat. Seperti yang diungkapkan oleh Gustami, bahwa:

Suatu karya seni memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan kehidupan, yang biasa tersimpan di balik wujud fisiknya. Telah dikemukakan, karya seni yang hidup adalah karya seni yang memiliki kekuatan berdialog dengan penikmatnya, bisa membangkitkan komunikasi, bisa mendendangkan cerita visi dan misi yang diembannya, sungguh dialog itu adalah komunikasi antara kriyawan dengan penikmatnya (2004:13).

Berdasarkan pendapat di atas, landasan penciptaan karya seni didasarkan atas beberapa unsur yang menjadi satu kesatuan. Unsur tesebut adalah karya seni yang memilki nilai estetis, fungsional dan nilai filosofis. Dengan demikian karya seni yang diwujudkan nantinya akan lebih mudah dinikmati oleh masyarakat.
Penerapan motif Kerawang Gayo dalam ekpresi kriya kayu akan dilahirkan dalam bentuk-bentuk simbol, ekpresi, deformasi dari bentuk motif aslinya. Sehingga nilai dan pesan yang disampaikan nantinya kepada masyarakat akan lebih luas.

` Menurut Sausure simbol adalah adalah satu tanda bentuk tanda yag semu natural, yang tidak sepenuhnya arbirter (terbentuk begitu saja), atau termotivasi. Sedangkan menurut peirce sebuah tanda berdasarkan konvesi. Simbol seharusnya ditunjukan bagi peirce (make susanto, 2002: 104). Melalui simbol-simbol tersebut akan melahirkan makna-makna sebuah karya seni.


Ekpresi yang diwujudkan dalam karya ini berupa bentuk, warna dan komponen-komponen motif Kerawang Gayo. Sehingga melahirkan nilai-nalai yang terkadung dalam karya tersebut berupa simbolis secara umum. Kemudian bentuk wujud karyanya akan mengalami perubahan dari bentuk asli baik secara keseuruhan maupun sebagian atau sering disebut dengan Deformasi.


Deformasi adalah perubahan bentuk yang sangat kuat/besar sehingga kadang-kadang tidak ada lagi berwujud figur semula atau sebenarnya. Sehingga hal ini dapat memunculkan figur/karakter baru yang lain dari sebelumnya (Make susanto, 2002: 104)


Melalui definisi tersebut pengkarya akan mewujudkan karya seni fungsional yang mempunyai ukiran atau hiasan berasal dari simbol motif kerawang Gayo, Ekpresi motif Kerawang Gayo dan deformasi motif Kerawang Gayo. Sehingga karya yang dihasilakan bukan sekedar karya funsional secara ekonomis, akan tetapi karya seni funsional yang memilki nilai estetis dan memilki nilai-nilai moral di dalamnya.

H. Metode Penciptaan

Kehadiran sebuah karya seni telah melalui suatu proses penciptaan, yang sudah direncanakan secara matang. Baik menyangkut ide, bentuk, bahan, teknis, makna, simbol yang ingin disampaikan melalui karya seni yang diciptakan. berkaitan dengan hal ini Gustami, menjelaskan bahwa:

Dalam proses melahirkan sebuah karya seni khususnya seni kriya secara metodologis melalui tiga tahapan utama, yaitu (1) Eksplorasi, yang meliputi langkah pengembaraan jiwa, dan penjelajahan dalam menggali sumber ide.  Dari kegiatan ini akan ditemukan tema dan berbagai persoalan.  Langkah kedua adalah menggali landasan teori, sumber dan referensi serta acuan visual untuk memperoleh konsep pemecahan masalah.  (2) Perancangan, yang terdiri dari kegiatan menuangkan ide dari hasil analisis yang telah dilakukan ke dalam bentuk dua dimensional atau disain.  Hasil perancangan tersebut selanjutnya diwujudkan dalam bentuk karya,  dan (3) Perwujudan, yang merupakan perwujudan menjadi karya.  Dari semua tahapan dan langkah yang telah dilakukan perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui secara menyeluruh terhadap kesesuaian antara gagasan dengan karya yang diciptakan. (2007:329).


1. Eksplorasi

Dalam proses penciptaan dilakukan langkah-langkah dalam usaha mewujudkan karya yang meliputi proses, prinsip serta prosedur yang digunakan untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah. Langkah-langkah tersebut meliputi penggalian sumber penciptaan baik secara langsung di lapangan maupun melalui literatur tertulis dan gambar yang dilakukan untuk memperoleh data dan ide yang berhubungan dengan sumber ide (motif Kerawang Gayo).

Beberapa  hasil eksplorasi kemudian dilakukan perenungan dalam upaya mengenal dan memahami sumber ide.  Selanjutnya dilakukan analisis terhadap sumber ide dengan mempertimbangkan bentuk, maupun makna yang terdapat dalam sumber ide untuk nantinya dijadikan sebagai pijakan dalam penciptaan.  Berdasarkan analisis ini dilakukan untuk merancang bentuk-bentuk karya yang nantinya akan diwujudkan.

Gambar  acuan


2. Perancangan

a. Desain Alternatif

Sebelum mewujudkan sebuah karya seni. Perlu adanya penggalian ide dan imajinasi secara visualisasi, media, teknik dan alat yang digunakan nantinya. Penggalian idenya berupa membuat gambaran-gambaran umum dengan mempertimbangkan unsur ide tersebut.


Desain terpilih

Desain terpilih merupakan desain-desain yang dipilih dari desain alternatif. Beberapa desain tepilih tentunya dipilih oleh pembimbing dengan mempertimbangkan dari segi bentuk, fungsi dan maknanya. Disamping itu juga memperhatikan keseimbangannya, komposisi, proporsi dan tehnis dalam pengerjaan. Hal ini dilakukan karena desain terpilih merupakan desain yang diwujudkan dalam bentuk karya seni yang sesui dengan ide penciptaan.

c. Gambar kerja

1. Proses perwujudan

Proses perwujudan diawali dengan penyediaan bahan dan  alat, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran dan penggambaran pada kayu atau bahan yang sudah disiapkan ,langkah selanjutnya adalah pembentukan dengan teknik yang relepan untuk membentuk sesuai dengan gagasan atau yang akan di garap.

1.Alat, Bahan dan Teknik
a. Alat
Alat gambar dan tulis
Alat gammbar akan di pakai dalam proses pembuataan desain pada bahan nantinya, dalam proses ini merupakan penggambaran ide-ide yang di tuangkkan dalam kertas dan menyangkut pengembangan objek.

Berikut ini alat-alat yang di butuhkan dalam pembuatan desain diantanya adalah:
a) Pensil
b) Penggaris
c) Penyiku

Alat pemotong
a) Mesin Belah
b) Mesin pemotong
c) Gergaji manual
d) Mesin bor petak
e) Jikso atau mesin bobok

Alat pembentuk
a) Satu set pahat ukir
b) Palu kayu
c) Palu besi

alat penunjang
a) Tang
b) Klim
c) Obeng kompresor
d) Spic gan
e) Kuas
b.Bahan


Bahan pokok yang digunakan dalam proses pembuatan karya ini adalah menggunakan Kayu Surian. Karena  mempunyai kualitas nomor satu di dearah sumatra barat khususnya, selain itu kayu ini juga memiliki kelebihan tahan dari serangan rayap, kelebihan lainya adalah warnanya yang kemerah-merahan, serat yang halus dan memiliki tekstur yang indah, sangat cocok untuk di jadikan bahan pokok dalam pembuatan karya ini.
Sipat pohon surian dapat tumbuh baik di tempat-tempat terbuka dan mendapatkan cahaya matahari langsung. Kayu Surian ini dapat bertahan diiklim agak kering dengan tipe curah hujan yang setandar. Jenis tanah yag di kehendaki meliputi tanah-tanah yang berlempung yang dalam, subur, serta  tanah tanah yang lembab.

Pohon surian meruakan pohon yang tergolong pohon yang cepat pertubuhanya, dengan batang yang lurus, bertajuk ringan, berakar tunggang dalam dan berakar cabang banyak. Pada umur 10-20 tahun sudah dapat menghasilkan kayu untuk tiang-tiang dan papan intuk rumah. Warna kayu teras merah coklat, muda bersemu ungu, gobal memiliki warna putih kemerahan dan mempunyai batas yang  jelas dengan kayu teras, tekstur kayu sangat kasar ; arah serat lurus atau agak berpadu; permukaan kayu agk licin dan mengkilat indah atau agak berminyak; pada bidnag radial dan tangensial tampak gambaran berupa pita-pita yang berwarna lebih tua. Keawetan karyu surian ini termasuk sedang.  Penggunaan kayunya untuk berbagai bentuk mulai dari pembuatan peti mati, papan perahu, papan rumah, meja, kursi dan berbagai jenis mebel lainya.

c. Teknik

Teknik merupakan salah satu proses dalam pembuatan sebuah karya, menyangkut bidang penguasaan dalam pengembangan bentuk. Poerwadarminta (1999:15) adalah cara atau kepandaian membuat sesuatu atau melakuka  yang berhubungan dengan  seni. Teknik merupakan hal yang amat penting sekali dalam seni kriya. guna mencapai wujud suatu karya yang ingin di ciptakan haruslah mengenal karakteristik media dan
menyesuaikanya dengan teknik yang diu gunakan.

Adapun teknik pengerjaan dari pembuatan bentuk ukiran krawang gayoini menfg gunakan teknik ukir , teknik ukir tebagi atas tiga jenis  diantaranya ,teknik ukir rendah, sedang , tembus. Tapi dalam pembuatan karya ini hanya menggunakan dua tek nik yaitu teknik ukir rendah dan sedang.

Teknik ukir rendah

Teknikini di sebut ukir rendah karena motip yang akan di ukir seperempatnya akan timbul dari kayu dasarnya,teknik ini akan di pergunakan dalam proses pembentukan ukiran pada karya nantinya.

Teknik ukir sedang

Teknik ukir disebut demikian karena dalam proses pengerjaan membentuk setengah dari kayu dasar yang akan nantinya di ukir.

2. Pembuatan Karya

Teknik pembuatan karya merupakan proses perwujudan karya dalam bentuk kayu berdasarkan desain-desain yang terpilih. Dalam tahap pembentukan, tidak tertutup kemungkinan munculnya ide-ide baru sebagai aktipitas kreatif yang dirasakan dapat menunjang nilai estetis dan estetika dalam perwujudan karya, dengan tidak meninggalkan ide pokok dari karya itu sendiri.tahapan ini juga merupakan aktivitas total dalam proses kreatif, dikarenakan kerja sama rasio dan intuisi diselaraskan dengan kemampuan dalam keterampilan bekarya, sehingga proses penciptaan karya seni terjalindalam krangka yang sistematik.

3. Finishing

Finishing merupakan proses terakhir dari pembuatan sebuah karya, biasanya finishing akhir ini sangan berperan penting dalam menentukan bagus tidaknya sebuah karya.finishing yang digunakan dalam karya in adalah finishing imprayakni mengunakan thiner,clear dop, clear glouse,wood stain, hardner dan cat pilok.
Bahan-bahan diatas dipilih berdasarkan pengalaman-pengalaman yang sudah dialami dalam proses finishing sebelumnya, disamping itu harganya juga dapat di jangkau dan bahan tersebut juga memiliki kualitas yang cukup baik terutama untuk melindungi kayu dari kelapukan dan serangan rayap.
Dalam proses finishingakan di akhiri dengan lapisan clear glouse, karena bertujan melindungi karya dan sebagai anti gores nantinya.


Kepustakaan

Abidin, Zainal. 2002 “Makna Simbolik Warna dan Motif Kerawang Gayo pada Pakaian Adat Masyarakat Gayo” Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.
Djelantik, A.A.M. 2004 “Estetika Sebuah Pengantar” Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia bekerja sama denga Arti: Bandung.
Gustami, SP. 2007 “Butir-Butir Mutiara Estetika, Ide Dasar Penciptaan Karya” Prasiswa: yogyakarta.
Kartika, Dharsono Sony. 2004 “Seni Rupa Modern” Rekayasa Sains: Bandung
Mike, Susanto. 2002 “Diksi Rupa Kumpulan Istilah Seni Rupa” Kanisius anggota IKAPI: Yogyakarta.
Sumardjo, Jakob. 2000 “Filsafat Seni” ITB: Bandung
Sobur, Alex. 2003 “Psikologi Umum” CV Pustaka Setia: Bandung.
Sumartono. 1992 “Orisinalitas Karya Seni Rupa dan Pengakuan Internasional, dalam SENI Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Karya Seni” II/02, BP ISI Yoyyakarta: Yogyakarta.
Soedarso, Sp 1991, perkembangan kesenian kita, BP, ISI Yogyakarta: yogyakarta.



seni saniman: seni sebagai benda

seni saniman: seni sebagai benda: BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Seni adalah segala sesuatu yang di buat orang bukan karena  didorong oleh keinginan untuk me...

seni saniman: seni sebagai benda

seni saniman: seni sebagai benda: BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Seni adalah segala sesuatu yang di buat orang bukan karena  didorong oleh keinginan untuk me...

seni sebagai benda


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seni adalah segala sesuatu yang di buat orang bukan karena  didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan pokok melainkan adalah karna desakan kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan akan kemewahan, kenikmatan, atau kebutuhan spiritual. 
Seni atau art berarti teknik, pertukaran, keterampilan yang dalam bahasa Yunani kuno sering disebut sebagai techne. Pembahasan tentang seni masih dihubungkan dengan keindahan. Pengetahuan ini disebut dengan filsafat keindahan, termasuk didalamnya keindahan alam dan keindahan karya seni. Akan tetapi karya seni tidak selalu indah, seperti yang dipersoalkan dalam estetika, maka diperlukan suatu bidang khusus yang benar- benar menjawab tentang apa hakekat seni itu. Perbedaan antara estetika dengan filsafat seni hanya dalam obyek materialnya saja. Estetika mempesoalkan hakekat keindahan alam dan karya seni, sedangkan filsafat seni mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni atau artefak yang disebut seni. Tahuan sensoris, yang dibedakan dengan logika yang dinamakannya dengan pengetahuan intelektual. Tujuan estetik adalah keindahan, sedangkan tujuan logika adalan kebenaran.
Istilah estetika baru muncul tahun 1750 oleh seorang filsuf minor yang bernama “ A. G Baumgarten (1714-1762). Istilah ini diambil dari bahasa Yunani kuno, aistheton, yang berarti “ kemampuan melihat lewat pengindraan ” .
            Karya seni mengekspresikan gagasan dan perasaan, sedangkan alam tidak mengandung makna ekspresi semcam itu. Jadi bisa dibedakan bahwa estetika merupakan pengetahuan tentang keindahan alam dan seni. Sedangkan filsafat seni hanya merupakan bagian estetika yang khusus membahas karya seni. Dengan kata lain, filsafat membahas aspek kreativitas seniman, membahas benda seni itu sendiri, membahas nilai- nilai seni membahas pengalaman seni atau komunikasi seni, membahas nilai kontekseni dan mengenai resepsi publik seni.
            Filsafat seni, yang merupakan bagian dari estetika modern, tidak hanya mempersoalkan karya seni atau benda seni, akan tetapi juga aktivitas manusia, baik keterlibatannya dalam proses produksi maupun caranya mengevaluasi dan menggunakan produk tersebut. Dengan demikian, sebenarnya hanya ada tiga pokok persoalan filsafat seni, yaitu seniman sebagai penghasil seni, karya seni atau benda seni itu sendiri, dan para penerima seni.
Seni terwujud berdasarkan medium tertentu, baik dengan pendengaran (audio) maupun penglihatan (visual) dan gabungan dari keduanya. Masing- masing golongan seni ditentukan bentuknya oleh material seninya atau mediumnya. Setiap medium memiliki ciri khas tersendiri dengan keterbatasan dan kelebihan masing- masing. Penggolongan benda- benda seni akan melahirkan ilmu- ilmu seni khusus, seperti ilmu sastra, ilmu seni tari, ilmu seni teater.




BAB II
PEMBAHASAN
A. Penggolongan Seni
Dalam sejarah estetika Eropa telah lama dikenal tentang pembedaan apa yang disebut seni. Sejak zaman Yunani dan Romawi, orang telah dapat membedakan yang mana seni kasar dan yang mana seni halus. Seni kasar atau vulgar art adalah karya seni kaum buruh, tukang, dan budak, sedangkan seni halus atau liberal art adalah karya milik warga negara yang merdeka. Kemudian dalam perkembangannya perbedaan tersebut terus menerus berlaku di Eropa sampai abad ke – 18. Pada abad ke-18 kaum borjuislah yang menguasai kehidupan masyarakat, maka nilai-nilai borjuis pulalah yang di pakai untuk menentukan patokan mana yang disebut seni dan bukan seni
Dalam arti lain pada abat ke-18 seni yang berkembang di eropa  merupakan seni yang masih tergantung terhadap kau borjuis yang pada saat itu memegang kekuasaan terhadap kehidupan masyarakat. Dalam proses ini kaum borjuislah yang menentukan layak atau tidaknya sebuah karya seni.

Pengaruh semacam ini masih terasa di Indonesia, contoh kecil dapat kita lihat para pembatik tanah air mereka bukanlah seniman, meskipun telah menciptakan ratusan lembar kain batik. Bahkan teater seperti lenong baru pada tahun 1970-an bisa di gelar di Taman Ismail Marzuki, sebelumnya hal tersebut bukanlah di sebut teater. Maka, sejak itulah lahir kata seniman dan tukang. Seniman termasuk golongan seni halus atau liberal art, dan seni besar, contohnya seorang seniman tidak akan bisa membuat sebuah karya seni lebih dari setu, atau menduflikatkanya, sedangkan tukang termasuk seni kasar atau vulgar art, seni pakai contoh nya seperti seniman-seniman pengrajin yang membuat karya untuk di produksi dalam jumlah yang lebih dari satu.

Pada abad ke-20 di dunia Barat terjadi perubahan sosial budaya besar, yakni semakin kuatnya ideologi demokrasi modern di hampir semua bangsa. Pada masa itulah, orang mulai menilai sebuah karya seni atau benda seni dengan pandangan lain, dan pendekatan terhadap penggolongan seni bukan lagi berdasarkan ideologi suatu golongan ideologi suatu golongan, tetapi lebih menitikberatkan segi objektif benda seni itu sendiri.
Penggolongan seni lebih didekati dari material seni dan cara seni diindera. Maka, ada pembagian seni visual (seni lihatan), seni audio (seni dengaran) dan seni audio-visual (seni lihatan dan dengaran). Golongan yang pertama terdiri atas seni rupa (tanpa gerak) dan seni lihatan bergerak (film), yang 2 dimensi (matra). Seni visual 3 dimensi terdiri atas seni pahat dan seni ukir (tanpa gerak), seni dan pantomim (bergerak). Golongan dua matra terdiri atas seni nada yang tunggal dan mejemuk, serta seni kata yang berirama (puisi) dan tanpa irama (prosa). Golongan tiga matra terdiri atas seni tari, seni opera, dan seni drama. Ada pula yang menggolongkan menjadi seni statis dan seni dinamis. Seni statis merupakan seni yang menatap dan tak berubah sejak  dilahirkan, contohnya patung yang dipahat pada zaman raja balitung tahun 900 sampai sekarang bentuknya tak berubah, sedangkan seni dinamis terikat oleh ruang dan waktu penciptaan, contohnya seperti seni tari pada zaman mataram abad ke-19 tak mungkin lagi kita nikmati saat sekarang ini.

B. Benda Seni
Seni memang bukan benda, melainkan nilai yang dilihat oleh penikmat seni, yaitu nilai yang dikandung oleh benda tersebut, atau benda seni itu sendiri merupakan perwujudan nilai yang dimaksudkan oleh senimanya, yang terpenting dalam seni bukan lah benda seninya, melaikan ide dibalik benda tersebut, karena tampa ide benda seni itu takkan terwujud dan tidak memiliki makna atau pesan dalam sebuah benda tersebut.
 Seni tidak akan muncul dari benda seni kalau benda tersebut tidak mengandung dan menawarkan nilai seni. Sebaliknya, sebagi nilai yang ditawarkan benda seni tak mampu dilihat oleh penikmat seni. Nilai bersifat abstrak, hanya ada dalam jiwa perorangan artinya nilai atau suatu rasa yang dapat dirasakan si penikmatnya. Nilai tersebut dapat di pelajari dan di peroleh manusia dari lingkungan hidupnya melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun non-formal.
Kemudian nilai sebuah seni suatu kelompok sosial juga hanya dapat di kenali lewat perwujudannya dalam bentuk, dalam gejala fisik, yakni benda seni. Melalui benda seni inilah nilai keindahan dan nilai seni suatu masyarakat dapat di kenali.
Benda seni adalah titik pertemuan komunikasi antara seniman dan publiknya atau masyarakat, dalam arti lain di dimana  pesan yag disampaikan oleh seniman itu dapat tersalurkan kepada masyarakan atau penikmatnya melalui karya seninya. Benda seni adalah sesuatu yang mewujud, dan dengan demikian dapat dilihat atau didengar sekaligus oleh penikmat seni. Benda seni inderawi, harus dapat diindera oleh publik seni.
C. Bentuk dan Isi
Sebuah benda seni bisa juga berwujud ide atau gagasan, pengalaman atau tindakan dan hasil karya manusia atau artefak. Sebuah benda senni  harus memiliki wujud agar dapat diterima secara inderawi ( dilihat, didengar, atau didengar dan dilihat) oleh orang lain. Benda seni itu suatu wujud fisik. Tetapi, wujud fisik itu sendiri tidak serta-merta menjadi karya seni dan tidaknya suatu wujud fisik ditentukan oleh nilai yang ada didalamnya, benda seni hanyalah suatu objek yang dapat di berikan nilai-nilai oleh subjek penerima seni.
 Suatu wujud atau benda dapat disebut bernilai seni apa bila ada sikap estetik subjek pengamatanya, karena benda itu senditi mengandung kemampuan untuk merangsang diberikanya berbagai nilai oleh subjeknya, contohnya seperti lukisan apandi yang menggambarkan bentuk seorang anak yang menuntun ayahnya yang buta, adapun isi yang ingin disampaikan oleh afandi adalah iya ingin mengingatkan akan makhluk yang kurang bahagia dalam kehidupanya yaitu menderita kebutaan sehingga iya selalu mengharapkan bantuan orang lain untuk menuntunya.
Nilai yang biasa di temukan dalam sebuah karya seni ada dua, yakni nilai bentuk (inderawi) dan nilai isi (di balik yang indrawi). Nilai bentuk tersebut terdiri atas nilai bahan seni atau juga disebut ‘medium’ suatu bentuk seni. Dalam seni lukis mediumnya mungkin cat minyak yang mengandung nilai warna, tekstur, garis, dan bangun-bangun tertentu sebagai unsur bentuknya.
Dalam mewujudkan benda seninya, seorang seniman memang akan menampakkan ciri-ciri kpribadiannya yang mandiri dan khas, yakni berapa besar dan asli bakatnya selain gaya dan bentuk. Seorang seniman juga di kenal lewat gaya isi, yakni pilihan objek seninya, baik itu cara memandang objek, kedalaman pandangannya tentang objek, sikapnya terhadap objek, dan lain-lain.
Persoalan bentuk dan isi ini juga dapat dihubungkan dengan perdebatan adanya nilai-nilai universal yang melampoi zaman dan tempat serta nilai setempat yang aktual, atau nilai kontekstual. Setiap benda seni mengandung kedua nilai tadi, yang jelas nilai bentuk bersifat universal.tinjauan isi dan bentuk seni daapat dijadikan pegangan untuk menganalisis sejauh mana sebuah karya seni menekankan kedua aspek tersebut, ada penelanan pada bentuk tampa menetapkan isi yang tegas, isi seni terserah pada subjek penikmat, mau ditapsirkan apa saja.


D. Pemuja Bentuk, Pemuja Isi
Benda seni dapat dibedakan antara bentuk perwujudan seninya (bagaiman di wujudkan) dan isi jiwa yang ingin diwujudkannya apa yang di wujudkan. Perbedaan kedua aspek ini akan melahirkan dua sikap dalam penghayatan seni.
 
Di lain pihak, kaum pemuja isi seni lebih menekankan pada tanggapan stimulus dunia luar mana yang di anggap signipikan atau bermakna, yang penting, dalam pandangan seseorang. Persoalan penting bermasyarakat menjadi soal penting kesenian. Seni itu harus berguna dalam kehidupan nyata (pragmatis).

Kaum pemuja bentuk ini (juga sering dinamakan kaum astet) hanya peduli pada penciptaan unsur medium seni yang baru dan segar, cara membentuk struktur berbagai unsurnya, cara menyusun irama, serta kesederhanaan bentuknya.

Sebuah karya seni yang besar tentu memenuhi persyaratan bentuk maupun isi. Tinggal para penanggapnya apakah akan memanfaatkan dari aspek bentuk atau isi. Yang jelas, sebuah karya seni besar akan dapat di nilai dari kebesaran bentuknya, dan juga kebesaran isinya.

E. Seni Sebagai Bentuk Bermakna
Seni memang dapat memperkaya kehidupan, yaitu dengan memberi sebuah pengalaman emosi atau pengalaman keindahan yang tihdak di peroleh dalam kehidupan sehari-hari. Seni yang bermutu adalah seni yang mampu meberikan pengalaman estetik, pengalaman emosi, pengalaman keindahan, dan pengalamna seni khas milik dirinya.
Pengalaman emosi ditimbulkan oleh benda seni bukanlah benda emosi yang kita alami dalam kehidupan nyata. Sebuah benda seni baru memiliki bentuk bermakna kalau emosi yang dibangkitkannya, benar-benar emosi baru, segar, unik dan khas, yang hanya dapat di munculkan kalu seseorang menyatu dalam pengalaman seni dengan karyanya. Contoh kesan potret para raja, lukisan yang melukiskan adegan cerita, atau karya seni yang mengandung kadar informasi tinggi, dapat jatuh menjadi karya seni yang tidak mengandung bentuk bermakna.
Kemudian, seni yang baik mampu memberikan pengalaman, baik pengalaman emosi ataupun kognisi, yang bukan berasal dari dunia ini. Emosi dan kognisi seni adalah sesuatu yang kita kenal, tetapi sekaligus tidak kita kenal sebelumnya. Seni itu objektif dan sekaligus objektif, seni itu kongkrit tapi juga abstrak. Sebab, seni berangkat dari pengalaman sehari-hari yang dialami seorang seniman.
Dalam seni, kita mengisi suatu bentuk bermakna, suatu pengalaman khas yang tak terjelaskan secara empiris maupun secara logis. Itulah misteri karya- karya seni besar, karya seni yang mengandung bentuk bermakna pada tiap zaman dan pada tiap tempat dan juga pada tiap diri individu.


F. Mimesis Dan Imajinasi
Dalam pemikiran seni dan sejarah seni Barat terdapat persoalan bahwa seni itu menghadirkan sesuatu, baik yang fisikal, spritual, mental, dan sosial. Sebagaimana sebuah seni menghadirkan kenyatan seperti apa adanya kenyataan itu, atau menghadirkan sesuatu yang ada di balik kenyataan tersebut. Persoalan ini menjadi perdebatan antara pemikir seni. Dan para seniman sejak zaman Yunani purba.
Dalam diri seniman harus ada semacam potensi makna intelektual yang bekerja untuk mengorganisasikan secara mental suatu di luar dirinya. Makna inteletual seniaman bukan hanya memberi struktur pada kenyataan alamiah, tapi juga menemukan struktur alam itu sendiri.
Dengan demikian seorang seniman dapat meyakini adanya hubungan antara benda seni dengan realitas di luar diri senimannya. Tetapi, terdapat perbedaan mengenai cara melihat dan kemudian mempresentasikannya. Seni tidak dapat di pisahkan dengan realitas hidup lingkungan senimannya. Di suatu pihak, realitas itu di lihat secara subjektif melalui struktur mental senimannya, dan di lain pihak realitas itu dapat mungkin di hadirkan secara objektif tanpa campur tangan subjek seniman. Artinya seorang seniman dapat bertindak refresentatif dan sekaligus ekspresif, objektif dan subjektif dalam melahirkan karya-karya seninya.


DAFTAR PUSTAKA

Soedarso (1992), “ Pengantar Apresiasi Seni”, Balai Pustaka : Jakarta.
Sony Kartika, Dharsono (2004), “Seni Rupa Modern”, Rekayasa Sains : Bandung.
Sudjoko (2001), “Pengantar Seni Rupa”, ITB : Bandung.
Sumardjo, Jakob (2000), “Filsafat Seni”, ITB : Bandung.
Widyawati, Setya (), “Buku Ajar Filsafat Seni”, P2AI dan STSI Press : Surakarta.
Suedarso (2006), “Trilogi Seni”,Bp ISI Jogyakarta.